Adab Bertetangga


Oleh Mahganipatra 

"Sabar ya sayang, setiap kejadian pasti ada hikmahnya...."
Ucap paksu menghibur dan mengusap pucuk kepalaku lembut saat mata ini kembali berurai. Aku hanya mengangguk dan berusaha tersenyum sambil menyeka air mata.

Romansa kehidupan babak demi babak yang harus dilalui. Kesedihan, kekecewaan dan kesakitan yang kita hadapi butuh kesabaran dalam menuntaskan episode demi episode kehidupan.

Hati harus seluas samudra sekaligus mawas diri memasang alarm dan radar introspeksi diri. "Ibarat kata tak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Mungkin tanpa sadar kita telah menyalakan api hingga akhirnya kita harus menikmati sesak terjebak oleh asap kehidupan." bujuknya lagi setelah beberapa saat kami diam dalam keheningan.

Astaghfirullah....tangisku kembali pecah mengingat kesalahan yang sudah tanpa sadar kami lakukan.

Kehidupan di dalam komplek perumahan dengan tipe rumah  RSS,  dimana kondisi rumah berdempet, ruangan yang terbatas sesuai dengan luas tanah yang memang sempit meniscayakan setiap penghuni rumah memiliki  keinginan memperluas ruangan untuk menambah kenyamanan penghuninya.

Hal ini yang kadang karena kekurangan ilmu fiqih bertetangga akhirnya kita terjebak kehidupan individualis tidak memperhatikan bagaimana syariat Islam telah mengatur dengan rinci. Sistem kapitalisme yang telah mendidik masyarakat yang mengutamakan materi mengukur standar kemampuan pribadi yang merasa uang milik sendiri, rumah yang dibangun juga rumah kita sendiri telah menjadikan masyarakat perumahan kadang abai terhadap adab dalam bertetangga.
Tanpa meminta ijin terlebih dulu saat ingin membangun rumah lebih tinggi dari milik tetangganya padahal ini merupakan bagian yang harus diperhatikan dalam khazanah ilmu fiqih bertetangga.

Lebih lanjut, Rasulullah SAW memaparkan hak-hak tetangga:

أَتَدْرُونَ مَا حَقُّ الْجَارِ؟ إِنِ اسْتَعَانَكَ أَعَنْتَهُ، وَإِنِ اسْتَقْرَضَكَ أَقْرَضْتَهُ، وَإِنِ افْتَقَرَ عُدْتَ عَلَيْهِ، وَإِنْ مَرِضَ عُدْتَهُ، وَإِنْ مَاتَ شَهِدْتَ جَنَازَتَهُ، وَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ هَنَّأْتَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ مُصِيبَةٌ عَزَّيْتَهُ، وَلَا تَسْتَطِيلَ عَلَيْهِ بِالْبِنَاءِ، فَتَحْجُبَ عَنْهُ الرِّيحَ إِلَّا بِإِذْنِهِ، وَإِذَا شَرَيْتَ فَاكِهَةً فَاهْدِ لَهُ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَأَدْخِلْهَا سِرًّا، وَلَا يَخْرُجْ بِهَا وَلَدُكَ لِيَغِيظَ بِهَا وَلَدَهُ، وَلَا تُؤْذِهِ بِقِيثَارِ قَدْرِكَ إِلَّا أَنْ تَغْرِفَ لَهُ مِنْهَا  أَتَدْرُونَ مَا حَقُّ الْجَارِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَبْلُغُ حَقُّ الْجَارِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّنْ رَحِمَ اللهُ

Artinya, “Apakah kalian tahu hak tetangga? Jika tetanggamu meminta bantuan kepadamu, engkau harus menolongnya. Jika dia meminta pinjaman, engkau meminjaminya. Jika dia fakir, engkau memberinya. Jika dia sakit, engkau menjenguknya. Jika dia meninggal, engkau mengantar jenazahnya. Jika dia mendapat kebaikan, engkau menyampaikan selamat untuknya. Jika dia ditimpa kesulitan, engkau menghiburnya. Janganlah engkau meninggikan bangunanmu di atas bangunannya, hingga engkau menghalangi angin yang menghembus untuknya, kecuali atas izinnya. Jika engkau membeli buah, hadiahkanlah sebagian untuknya. Jika tidak melakukannya, maka simpanlah buah itu secara sembunyi-sembunyi. Janganlah anakmu membawa buah itu agar anaknya menjadi marah. Janganlah engkau menyakitinya dengan suara wajanmu kecuali engkau menciduk sebagian isi wajan itu untuknya. Apakah kalian tahu hak tetangga? Demi Dzat yang menggenggam jiwaku, tidaklah hak tetangga sampai kecuali sedikit dari orang yang dirahmati Allah,” (HR At-Thabarani)

Astaghfirullah… Astaghfirullah… Astaghfirullah…

Setiap episode kehidupan Allah senantiasa memberikan pelajaran khususnya untuk kita yang sedang belajar dan mengajarkan tentang Islam bahwa kehidupan ini harus senantiasa mawas diri. Allah Maha baik menegur kelalaianpun tetap dengan kasih sayangnya. Merasa terzalimi padahal sejatinya mungkin engkau yang sedang berbuat zalim…
Maka cukup ini sebagai teguran dan pengingat diri. Bahwa hak tetanggamu tidak engkau penuhi. Mohon maaf dan bersabarlah.

Ya Allah… Astaghfirullah… Astaghfirullah…Astaghfirullah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Kedudukan Kaidah: Mâ Lâ Yudraku Kulluhu Lâ Yutraku Mâ Tayasara Minhu

Tentang Laut

MAU NIKAH TIDAK PUNYA UANG