Permendikbud Ristek, Logika Sesat Feminisme Memberantas Kekerasan Seksual Perempuan
Oleh Mahganipatra
(Pegiat Literasi dan Aktivis Forum Muslimah Peduli Generasi)
Kontroversi Permendikbud Ristek nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang menimpa Perempuan di berbagai universitas (perguruan tinggi) terus bergulir. Berbagai kalangan masyarakat, baik dari masyarakat umum, Ormas, maupun Parpol banyak yang mengajukan penolakan terhadap Permendikbud tersebut. Karena, Permen itu dianggap sebagai bentuk legalisasi perzinahan.
Adanya frasa ambigu dari pasal 5 ayat 2, dari poin a sampai u yang menyatakan berbagai kekerasan seksual selalu diikuti dengan frasa “tanpa persetujuan atau consent korban”. Artinya, aktivitas seksual baru dianggap kekerasan seksual ketika salah satu pihak mengajukan keberatan atau tidak setuju. Kalimat consent atau “persetujuan”, menjadi alat dan tolak ukur untuk menerapkan kekerasan seksual. Sehingga frasa ini dinilai sebagai bentuk pelegalan zina.
Namun, menteri Nadiem Makarim beralasan bahwa pemberlakukan Permendikbud nomor 30 Tahun 2021 adalah untuk pencegahan kekerasan seksual perempuan. Beliau menyatakan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus atau perguruan tinggi semakin banyak, sementara korban takut untuk melapor. Tak jarang kekerasan seksual tersebut menimbulkan trauma akut bagi si korban. Maka untuk mencegahnya, dibutuhkan undang-undang yang dapat melindungi korban serta menjadi payung hukum agar tidak semakin banyak menelan korban kekerasan seksual perempuan.
Dalam kesempatan tersebut, Nadiem juga menegaskan bahwa pihaknya tidak mendukung seks bebas atau zina. Permen ini hanya sebagai solusi menjerat pelaku kekerasan seksual yang dilakukan oleh pihak-pihak yang dianggap memiliki power di lembaga pendidikan kampus. Sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Deddy Corbuzier, Senin (16/11/2021).
Akan tetapi, masyarakat tetap menganggap bahwa undang-undang tersebut condong pada pelegalan zina sehingga pro dan kontra di berbagai kalangan terus berlanjut. Alih-alih menteri Nadiem Makarim mencabut atau meninjau ulang undang-undang tersebut, malah justru menteri Nadiem Makarim mengancam akan menindak tegas setiap universitas yang menolak Permendikbud dengan ancaman yang bersifat administratif dan ancaman yang berkaitan dengan keuangan sampai penurunan akreditasi kampus. Sebagaimana dilansir dari Warta Ekonomi.co.id, jumat, 19/11/2021
Logika Sesat Ide Feminisme
Feminisme adalah sebuah paham Barat yang rusak dan merusak. Ide ini dijajakan oleh dunia Barat ke negeri-negeri muslim sejak masa Kekhilafahan Utsmaniah dan terus mencengkram dunia Islam hingga saat ini. Paham ini memiliki tujuan untuk melemahkan kaum Muslim terutama kaum perempuan agar jauh dari syariat Islam. Dunia Barat menganggap bahwa syariat Islam telah melanggar hak-hak kebebasan perempuan dalam berekspresi dan menganggap bahwa ketundukan seorang muslimah terhadap hukum-hukum syariat merupakan bentuk pengekangan hak perempuan. Sehingga menurut Barat, perempuan harus bangkit dan menuntut hak-hak mereka untuk bebas. Apakah benar ide feminisme akan mampu menyelesaikan masalah perempuan serta problem kekerasan seksual yang dialami perempuan?
Faktanya, di dunia Barat yang telah menerapkan ide feminisme dan terus mempromosikan paham ini kepada seluruh perempuan dengan memberikan kebebasan secara mutlak pada perempuan untuk berekspresi. Justru yang terjadi adalah perempuan di Barat mengalami depresi dan semakin marak pelecehan dan kekerasan seksual yang mereka alami. Di kutip dari data statistik PBB yang memperkirakan bahwa 1 dari 3 perempuan di dunia mengalami kekerasan seksual. Artinya bahwa perempuan remaja dan dewasa di seluruh dunia hampir mencapai 1 miliar telah mengalami kekerasan seksual.
Nampak sekali ketidakberdayaan Barat menghadapi dan menghapus kekerasan seksual terhadap perempuan melalui penerapan undang-undang yang telah dilegalisasi berdasarkan sistem liberal kapitalisme yang mereka agungkan. Sistem liberal yang memberikan kebebasan kepada perempuan untuk memenuhi keinginan mereka telah menjadi senjata bermata dua. Satu sisi telah memberikan kebebasan pada setiap individu untuk meraih kesenangan yang bersifat materi, namun di sisi yang lain menimbulkan dampak terhadap orang lain.
Prinsip kapitalisme liberal telah menjadikan standar keuntungan dan manfaat sebagai asas dalam bertindak. Tanpa mereka sadari, feminisme liberal telah memberikan peluang untuk menjadikan perempuan sebagai objek syahwat bagi laki-laki. Sehingga berdasarkan prinsip ini, setiap individu di masyarakat berlomba memenuhi kepuasan secara pribadi tanpa memandang benar dan salah. Paham liberal telah menciptakan masyarakat yang mengorbankan kehormatan dan keselamatan perempuan. Liberalisme mendorong perempuan menjadi alat komoditas untuk melengkapi tujuan-tujuan mereka. Di sinilah sesatnya ide feminisme sehingga perjuangan perempuan untuk melindungi kehormatan dan membendung tindakan-tindakan negatif yang mengarah pada bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan menjadi sia-sia. Sistem liberal kapitalisme telah nyata-nyata menghancurkan kehormatan perempuan.
Demikian pula dengan Permendikbud nomor 30 Tahun 2021. Frasa “tanpa persetujuan dari korban” mengindikasikan bahwa aktivitas seksual dianggap sah atau legal ketika dilaksanakan atas dasar suka sama suka. Orang lain tidak berhak mencegah dan melarang tindakan seksual tersebut. Ini merupakan logika khas dari kaum liberal yang mengagungkan kebebasan individu. Mereka menggunakan undang-undang RUU PKS dan Permendikbud nomor 30 Tahun 2021 sebagai alat untuk menyebarkan paham liberalisme.
Pandangan Islam terhadap Kekerasan Seksual
Aktivitas seksual di dalam Islam merupakan sesuatu yang fitrah. Allah menciptakan manusia dengan beberapa potensi. Salah satunya adalah naluri nau (naluri kasih sayang), salah satu penampakan dari naluri ini adalah pemenuhan kebutuhan manusia terhadap aktivitas seksual. Jika tidak dipenuhi, manusia akan mengalami kegelisahan sehingga harus segera dialihkan kepada potensi yang lain. Karena pada dasarnya, aktivitas seksual muncul akibat pengaruh dari luar sebagai pemicu munculnya dorongan seks. Hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa sebab, di antaranya adalah:
Pertama, lingkungan yang tidak Islami. Penerapan sistem liberalisme dan sekularisme yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat dengan tidak menerapkan sistem pergaulan Islam telah mendorong terjadinya aktivitas yang memicu lahirnya dorongan seksual. Misalnya, perempuan bebas mengumbar aurat di tempat-tempat umum serta bebas melakukan aktivitas khalwat. Di sistem sekuler, aktivitas ini tumbuh subur bak jamur di musim hujan.
Aktivitas khalwat adalah aktivitas yang membolehkan perempuan dan laki-laki berinteraksi secara bebas di berbagai waktu dan kesempatan berdua saja. Padahal dalam syariat Islam ditetapkan hukum yang mengatur tentang sistem pergaulan dalam Islam. hukum asal perempuan dan laki-laki adalah terpisah. Laki-laki dan perempuan tidak boleh berinteraksi kecuali dalam beberapa perkara. Di antaranya adalah dalam masalah muamalah, pendidikan, kesehatan, dan perkara-perkara lain yang diatur oleh syariat Islam.
Kedua, media sosial yang memberikan peluang kemudahan untuk mengakses jejaring sosial. Di era digital akses terhadap internet semakin mudah. Berbagai platform sering menayangkan tontonan pornografi dan porno aksi tanpa adanya peran pemerintah untuk melakukan protect terhadap keamanan pengguna internet, terutama anak-anak dan remaja. Ini menjadi salah satu problem maraknya aktivitas seksual yang terjadi, tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Padahal, di dalam Islam, ada lembaga i’lam yang akan mengatur tentang berita dan informasi sehingga masyarakat dapat terlindungi dari berita dan informasi yang merusak akidah dan perilaku rusak masyarakat.
Wajar ada penolakan Permendikbud terutama pasal 5 oleh masyarakat dengan menganggap sebagai legalisasi perzinaan. Karena, pihak-pihak yang menolak menyadari bahwa kekerasan seksual tidak lebih berbahaya dari zina itu sendiri. Setiap tahun, tak kurang dari 56 juta kasus aborsi terjadi di seluruh dunia.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), tingkat aborsi mencapai 228 per 100 ribu angka kelahiran hidup. 650 ribu bayi hasil perzinaan diaborsi pada tahun 2018. Permohonan dispensasi nikah dikalangan pelajar terus naik, akibat melakukan perzinaan. 35,5% remaja pernah melakukan hubungan seks di luar nikah, bahkan di Jabodetabek, 39,5 % remaja telah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Sungguh, perzinaan telah meruntuhkan keagungan institusi pernikahan dan menghancurkan martabat keluarga. Kita tentu sepakat untuk melindungi siapa pun dari kekerasan seksual. Karena, Islam memandang bahwa hubungan seks di luar nikah atau seks bebas merupakan aktivitas yang diharamkan. Allah SWT. berfirman di dalam surat Al-Furqon ayat 68 yang artinya:
"Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS Al-Furqon: 68)
Wallahu a’lam bish-showab.
Komentar
Posting Komentar