Langsung ke konten utama

Waspada! Toleransi “Segitiga Emas” Kampung Sawah Menyuburkan Sekularisme




Oleh: Mahganipatra
(Aktivis Forum Muslimah Peduli Generasi)

Kampung Sawah di Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, dikenal sebagai area yang sarat dengan toleransi antarumat beragama. Ini karena area tersebut memiliki tiga rumah ibadah dari tiga agama yang berbeda. Masing-masing bangunan hanya berjarak 50-100 meter saja.

Menurut Pegiat Kemasyarakatan di Kampung Sawah Ricardus Jaobus Napiun, kampung sawah mendapat julukan “Segitiga Emas”. Hal ini disebabkan karena ada tiga rumah ibadah, dua gereja dan satu masjid. Adapun tiga rumah ibadah tersebut adalah Gereja Katolik Santo Servatius, Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah, dan Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi. Selain itu, di kampung Sawah juga selalu disyiarkan ajaran untuk hidup toleran dengan menganut konsep pluralisme agama (Kompas.com, 26/12/2022).

Konsep pluralisme agama sendiri lahir dari fenomena alamiah di tengah manusia, yaitu adanya bermacam-macam agama di masyarakat. Masing-masing agama meyakini agamanya sendiri yang paling benar sedangkan agama yang lain batil. Sehingga, anggapan ini telah memicu berbagai konflik yang terjadi antaramanusia. Walaupun pada faktanya, perbedaan agama bukan satu-satunya faktor pencetus konflik.

Sebab ,banyak persoalan cabang yang muncul. Di antaranya adanya anggapan tentang keyakinan terhadap keselamatan, pencerahan, dan surga di hari kiamat, telah melahirkan implikasi pada setiap penganut agama, bahwa merekalah yang akan masuk surga dan penganut agama lain masuk neraka.

Ide Pluralisme Menyuburkan Paham Sekularisme

Menurut Direktur INQIYAD, Dr. Fahmy Lukman, M.Hum., bahwa dari fenomena tersebut pada akhirnya telah melahirkan satu tawaran pemikiran baru agar terwujud suasana hidup berdampingan secara damai antaragama. Yaitu ide pluralisme agama. Di mana titik temunya adalah menyamakan semua agama menjadi agama yang benar.

Sementara itu, Anis Malik Thoha dalam Al-Ta’addudiyah Al-Diniyyah Ru’yah Islamiyyah (2001). Beliau justru menegaskan, ada dua kritik tajam terhadap ide pluralisme agama. Pertama, ide pluralisme agama, alih-alih dapat mengatasi konflik antaragama, justru sesungguhnya malah menimbulkan persoalan baru yang tidak kalah gawatnya dibanding konflik antaragama.

Ide plurasime dapat menghancurkan agama-agama melalui penyuburan paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan dan politik. Serta meragukan atau mengabaikan agama yang terdapat pada ide ateisme (al-ilhadiyah) dan agnotisisme (al-laa-adriyah).

Kedua, melahirkan pluralisme formalitas yakni suatu kondisi beraneka ragamnya agama tetapi para penganutnya tidak menjalankan agama secara sesungguhnya, melainkan hanya sekadar formalitas saja. Karena, melalui ide pluralisme agama, seolah-olah menghormati agama lain, padahal sebenarnya justru sebaliknya. Mereka bersikap keras dan intoleran terhadap agama lain.

Oleh karena itu, seruan terhadap kerukunan antarumat beragama dengan memasarkan ide pluralisme serta toleransi, yang terus digaungkan di berbagai wilayah di negeri ini. Sejatinya mereka -para pengusungnya- telah mengklaim bahwa toleransi dan pluralisme merupakan solusi dari masalah keberagaman agama di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang bersifat plural.

Padahal, walaupun berasal dari akar kata yang sama yaitu kata ‘plural’, pluralisme dengan pluralitas memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Sehingga menyamakan makna keduanya akan mengaburkan makna yang sebenarnya dan membahayakan akidah umat Islam.

Sebab, pluralisme merupakan paham yang mengajarkan bahwa seluruh agama adalah sama. Kebenaran agama bersifat relatif sehingga para pemeluk agama dilarang mengklaim bahwa agama mereka yang paling benar.

Sehingga ide pluralisme merupakan ide yang bertentangan dengan firman Allah SWT:

وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ

“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (Q.S Ali Imran: 85)

Sedangkan pluralitas adalah masyarakat yang penuh keberagaman, baik karena perbedaan ras, suku, budaya, agama dan lain-lain. Ini adalah sunatullah sebagaimana dijelaskan di dalam firman Allah SWT:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS Al-Hujarat: 13)

Oleh karena itu, hati-hati dengan ide pluralisme. Karena, ide ini bertentangan dengan Islam dan sangat berbahaya. Ide ini juga berpotensi menjauhkan umat Islam dari pemahaman Islam yang benar dan bisa menghambat terjadinya kebangkitan umat Islam. Alih-alih akan membawa kepada kerukunan, yang terjadi justru perpecahan.

Sedangkan Islam, sangat menjaga pluralitas. Terbukti sepanjang sejarah penerapan syariat Islam dalam naungan negara. Islam telah mampu menjaga dan melebur berbagai bangsa, ras, suku, bahasa dan budaya di seluruh dunia.

Wallahu a’lam bish-showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Kedudukan Kaidah: Mâ Lâ Yudraku Kulluhu Lâ Yutraku Mâ Tayasara Minhu

Tentang Laut

MAU NIKAH TIDAK PUNYA UANG