Pluralisme dan Moderasi Beragama, Upaya Barat Mengokohkan Imperialisme
Oleh: Mahganipatra
(Pegiat Literasi dan Aktivis Forum Muslimah Peduli Generasi)
Panglima Komando Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Dudung Abdurachman mengingatkan prajuritnya agar bijak menggunakan media sosial. Selain itu, Letjen Dudung juga mengingatkan agar jajarannya tak bersikap fanatik terhadap agama. Menurutnya, semua agama sama di mata Tuhan Yang Maha Esa. Kebenaran merupakan wewenang Tuhan (Kompas.com, 15/9/2021).
Menyikapi pernyataan tersebut, Ketua MUI Sumatera Barat, Buya Gusrizal Gazahar mengatakan, bahwa pernyataan semisal itu merupakan salah satu bentuk kesesatan, bahkan lebih sesat dibanding kaum musyrik. Kaum musyrikin Makkah saja, dalam kekufurannya mereka tidak mau meyakini kebenaran selain agama mereka. Mereka hanya mau berganti sembahan bergilir tahun, tak lebih hanya demi menghentikan dakwah Islam (BeritaSubang.com, 19/9/2021).
Pluralisme, Proyek Barat Merusak Akidah Umat Islam
Pluralisme adalah konsep yang muncul dari fenomena alamiah di tengah-tengah manusia karena adanya bermacam-macam agama di masyarakat. Masing-masing pemeluk agama meyakini bahwa agama mereka yang paling benar sedangkan agama orang lain adalah bathil.
Wacana pluralisme agama secara otomatis dan tidak bisa dihindari akan selalu bersinggungan dengan hak asasi manusia (HAM). Sebab, individu-individu, masyarakat atau kelompok yang beragam, masing-masing menikmati hak asasi secara penuh. Namun, sudah menjadi hal yang jamak bahwa dalam praktiknya akan muncul berbagai pelanggaran HAM pada kelompok minoritas. Baik dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa maupun kelompok masyarakat mayoritas.
Dari sini kemudian muncul berbagai konflik bernuansa agama sehingga para pegiat HAM menjadikan ide pluralisme sebagai jalan tengah. Padahal, justru dengan ide ini para pegiat HAM memaksa para pemeluk agama untuk berpindah keyakinan dari kebenaran agama mereka secara mutlak, menjadi kebenaran yang relatif.
Kaum pluralis telah mengklaim bahwa pluralisme menjunjung tinggi dan mengajarkan toleransi. Namun, faktanya mereka telah memaksa para pemeluk agama untuk meninggalkan keyakinan kebenaran ekslusif sebuah agama dengan memaksa agar meyakini klaim kaum pluralis yang mengaku paling benar dengan statement keagamaan mereka (religiousstatement) bahwa semua agama benar.
Bahkan, dari sejarah kemudian terbukti bahwa pluralisme merupakan salah satu senjata yang digunakan oleh Barat dan para pembenci Islam sebagai upaya untuk “kepentingan terselubung”, baik dalam masalah ekonomi, budaya, peradaban, sosial kemasyarakatan. Isu ini terus bergulir seiring dengan benturan dan konflik peradaban Islam dengan peradaban Barat. Atas nama agama, Barat berhasil memecah belah dan menyerang dunia Islam, termasuk di Indonesia.
Barat dan sekutunya, membangun proyek besar-besaran dengan biaya fantastis melalui program moderasi beragama, radikalisme, ekstremisme, terorisme dan pluralisme yang digawangi oleh negara. Hal ini bisa kita lihat dari komentar pembesar negeri seperti yang disampaikan Panglima Komando Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) tersebut.
Upaya-upaya Barat dalam mereduksi ajaran Islam sudah sejak lama dilakukan. Setelah Perang Salib, para kafir Barat menyadari bahwa umat Islam akan sulit dikalahkan ketika mereka masih memegang teguh ajaran Islam. Untuk itu, Barat mulai membuat strategi dengan menyusupkan pemikiran-pemikiran asing ke dalam tsaqafah Islam sehingga muncul kebimbangan, keraguan bahkan menyesatkan pemikiran umat Islam.
Program Barat ini tidak akan pernah berhasil jika Barat tidak menggunakan politik belah bambu (stick and carrot). Maka, untuk memuluskan tipu daya mereka, Barat dan sekutunya dibantu oleh NGO-NGO yang mereka danai. Mereka terdiri dari para penguasa yang silau dengan kekuasaan maupun LSM dan para tokoh cendekiawan Muslim yang sudah terbeli di hampir seluruh negeri-negeri Muslim, tidak terkecuali Indonesia.
Tidak heran program Barat dan para pembenci Islam menjadi program nasional. Program racun berbalut madu ini menyasar ke lembaga-lembaga pendidikan formal maupun nonformal. Sasarannya seperti pesantren, sekolah, kampus, dan lain-lain hingga sampai ke masyarakat secara umum melalui lembaga dan dewan masjid di daerah.
Teknisnya, baik berupa kurikulum pendidikan maupun program lain berupa pembatasan materi dakwah maupun sertifikasi para dai yang boleh berkhutbah di masjid maupun di dalam aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar.
Sebenarnya, tujuannya adalah menjauhkan akidah umat Islam dari mafahim, muqayyis dan qanaat Islam. Dengan begitu, akan lahir generasi Islam yang inklusif, toleran terhadap ide-ide yang dibawa oleh Barat sehingga menjadikan umat Islam dan generasinya semakin jauh dari pemikiran-pemikiran Islam.
Selain itu, upaya ini juga merupakan jalan satu-satunya bagi Barat untuk melanggengkan imperialisme di negeri-negeri Muslim. Dengan menjauhkan umat Islam dari akidahnya yang shahih sebagai satu-satunya akidah yang benar di atas agama lain. Umat Islam terus dipaksa untuk mau menerima ide pluralisme. Ketika menolak, dituduh intoleran. Dari paham ini maka muncul perpecahan di tengah umat Islam.
Selain itu Barat dan sekutunya juga terus berupaya mengubur pemahaman umat Islam dari kesadaran bahwa akidah Islam merupakan ideologi yang mampu menyelesaikan setiap persoalan hidup. Kaum Muslim didorong sibuk menyelesaikan persoalan radikalisme, terorisme, ekstremisme.
Padahal, seharusnya persoalan tersebut dapat selesai seandainya umat Islam mau menyelesaikan persoalan mereka dengan menjadikan Islam sebagai problem solving kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, karena proyek ini merupakan rekayasa Barat yang didukung aparat negara, maka umat tidak mampu keluar dari problem ini.
Solusi yang harus ditempuh umat Islam agar segera bebas dari persoalan ini adalah harus kembali kepada Islam secara kaffah. Menjadikan akidah Islam sebagai akidah yang benar, menerima seluruh syariat dengan menerapkan hukum-hukum syariat Islam secara menyeluruh dalam pemerintahan Islam (khilafah). Dengan demikian, seluruh persoalan umat akan segera tuntas.
Wallahu a’lam bish-showab.
Komentar
Posting Komentar