Badai Aplikasi Media Sosial Mengancam Generasi
Linimasanews.com—Pandemi covid-19 yang terjadi di Indonesia sudah hampir memasuki tahun ke-2, namun kondisi belum menunjukkan tanda-tanda pandemi akan berakhir. Kondisi masyarakat yang terdampak masih harus terus berjuang untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. Kondisi ekonomi yang belum membaik, kesehatan, pendidikan, dan bahkan krisis kesehatan mental manusia pun mulai menyerang kehidupan masyarakat.
Perubahan pola hidup selama hampir dua tahun telah memaksa masyarakat untuk mengalihkan seluruh aktivitas mereka melalui media sosial . Membuat sebagian besar masyarakat memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap media sosial, terutama anak-anak. Proses belajar yang dilakukan secara daring pada akhirnya tanpa sadar telah memberikan peluang untuk menjadikan sebagian besar waktu luang mereka selama pandemi digunakan untuk bermain gadget.
Kecerdasan dan keingintahuan yang besar terhadap hal-hal baru mendorong mereka terus mencari informasi. Mereka berselancar dengan bebas mencari tahu dan menikmati kesenangan yang diberikan oleh media sosial. Walhasil, banyak platform media sosial populer telah mengubah dan memengaruhi gaya hidup anak-anak. Ini harus diwaspadai.
Dilansir dari Republika.co.id pada selasa (26/10/2021), tiga pimpinan platform media sosial populer, yakni Youtube, TikTok, dan Snapchat diminta hadir oleh pimpinan Senat Amerika Serikat (AS) untuk menghadapi sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan keselamatan pengguna muda. Keputusan ini dilakukan setelah adanya pemaparan penelitian internal perusahaan Facebook yang menunjukkan aplikasi Instagram sangat merugikan bagi remaja. Akhirnya, senat pun memperluas pemeriksaan terhadap media sosial lainnya.
Ketiga platform tersebut dinilai telah memengaruhi gaya hidup anak muda, seperti gaya pakaian, gerak tarian, dan pola makan yang berpotensi pada titik obsesi yang mengkhawatirkan. Bahkan, tidak sedikit melalui platform tersebut digunakan oleh anak muda sebagai media untuk mempromosikan intimidasi, vandalisme di sekolah, serta pemasaran manipulasi dan hal-hal negatif lainnya. Baru-baru ini juga beredar video viral dari influencer muda asal China. Nasib tragis menimpa seorang influencer setelah melakukan live streaming di media sosial untuk menarik perhatian mantan. Lou nama influencer tersebut, mengeluhkan kehidupan pribadinya yang tidak bahagia dan mengancam akan meminum pestisida.
Atas permintaan dan desakan dari warganet pada 14 Oktober 2021 silam. Luo akhirnya meminum pestisida tersebut. Influencer ini sempat dibawa ke rumah sakit setelahnya. Namun, dokter gagal menyelamatkan nyawa Luo yang sudah terlanjur keracunan dan akhirnya meninggal dunia (suara.com, 22/10/2021).
Remaja Sekuler Darurat Jati Diri
Di era digitalisasi seperti saat ini, banyak orang tua yang mengalami kebingungan dalam memahami kehidupan anak remaja mereka. Tidak hanya itu, ternyata bukan hanya para orang tua yang merasakan khawatir dan takut, anak remaja juga merasakan hal yang sama. Sama-sama khawatir serta menderita rasa takut, terutama pada saat badai informasi menyerang kehidupan sosial media mereka. Perkembangan dan pengalaman terhadap perubahan kehidupan baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual yang berkembang sangat pesat. Memungkinkan mereka mengalami banyak problem kehidupan, misalnya:
Pertama: Orang tua khawatir terhadap perkembangan fisik anak sementara anak juga merasa khawatir terhadap perkembangan fisiknya. Merkea takut tumbuh tidak proporsional atau keadaan fisik tidak sesuai dengan harapan, maka dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Selain itu, kematangan organ reproduksi pada masa remaja juga berkembang. Jika mereka tidak terbimbing oleh norma-norma, dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.
Kedua, tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah. Maka, boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.
Ketiga, remaja gagal menemukan identitas dirinya. Remaja akan mengalami krisis identitas atau identity confusion. Dia menjadi sering merasa tertekan, bermuram durja, atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Hal ini akibat dari gempuran ide dan pemikiran Asing yang datang lewat tayangan berupa gambar, film, fashion, dan bacaan-bacaan yang menyeru mereka pada gaya hidup hedonisme, liberalisme, feminisme, dan sekularisme.
Remaja asik dengan dunia yang penuh dengan jebakan hidup ala Barat. Hidup dengan foya-foya, pesta, bahkan ikut serta dalam berbagai gebyar idol-idol yang di ciptakan oleh Barat. Apabila mereka tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bukan tidak mungkin dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.
Remaja dalam Pandangan Islam
Tentunya untuk menyelesaikan persoalan tersebut, orang tua dan anak remaja butuh solusi. Secara umum pola kehidupan remaja akan terlihat dari perubahan ketergantungan anak kepada orang tua. Saat usia remaja anak sudah mulai mengalihkan rasa ketergantungan pada orang tua beralih kepada teman sebaya. Kemudian, akan terlihat pula komunikasi mereka yang mulai kritis.
Anggapan bahwa orang tua membatasi kebebasan mereka berakibat terhambatnya komunikasi orang tua dan anak. Tak jarang pembatasan aturan yang ketat terhadap anak dianggap sebagai belenggu kebebasan mereka dalam berekspresi dan bertingkah laku. Sehingga, terjadi clash antara orang tua dan anak karena berbeda prinsip dan orientasi kehidupan. Tentu saja hal ini tidak akan terjadi ketika anak mendapatkan pendidikan secara Islami.
Di dalam pendidikan Islam, setiap anak akan dididik sesuai dengan basis akidah melalui metode talqiyan fikriyan. Artinya bahwa pendidikan anak oleh orang tua akan dilakukan dengan membangun pemikiran anak. Sejak dini, anak dikenalkan kepada Penciptanya dan dibangun kesadaran mereka bahwa keberadaan mereka di dunia ini semata-mata untuk menunaikan tujuan penciptaan manusia, yakni ditujukan untuk beribadah kepada Allah SWT. dan mencari hidayah serta rida Allah SWT. Allah berfirman di dalam surat Adz-Dzariat ayat 56:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam adalah upaya yang penuh dengan kesadaran, terstruktur, terprogram, dan sistematis. Hal ini dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Tujuan ini telah digariskan oleh syariat Islam yakni:
Pertama, membentuk manusia yang bertakwa dan memiliki kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah) secara utuh. Baik dari sisi pola pikir maupun pola sikap yang berdasarkan kepada akidah Islam.
Kedua, menciptakan ulama, intelektual, dan tenaga ahli dalam jumlah yang berlimpah untuk menjadi sumber daya manusia pada setiap bidang kehidupan. Para siswa mampu menjadi sumber manfaat bagi umat, melayani masyarakat, dan menjadi generasi emas peradaban Islam. Mereka akan membawa negara Islam menjadi negara yang terdepan, kuat, dan berdaulat hingga mampu menjadikan Islam sebagai negara adidaya.
Dengan tujuan pendidikan seperti ini, diharapkan akan lahir generasi yang bertakwa, tunduk, dan taat terhadap hukum-hukum Allah, bukan generasi yang lemah, miskin moralitas serta pembebek pada kebudayaan asing. Agar tujuan ini dapat terealisasi dengan sempurna, maka Islam juga menetapkan bahwa kewajiban untuk mendidik generasi tidak hanya bertumpu pada orang tua. Akan tetapi, kewajiban untuk melahirkan generasi yang shalih juga menjadi tanggung jawab negara.
Maka, negara memiliki kewajiban menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai. Negara menyiapksn kurikulum yang terintegrasi ke dalam sistem pendidikan Islam. Hal ini hanya dapat terwujud ketika tegaknya sebuah institusi negara Islam, yakni Khilafah Islamiyyah yang akan menjalankan seluruh sistem aturan Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bish-showab
Komentar
Posting Komentar