PERAN DAN FUNGSI PARTAI POLITIK DALAM ISLAM
Oleh: Mahganipatra
(Aktivis Dakwah Forum Muslimah Peduli Generasi)
Pengumuman pembubaran ormas Fr0nt Pemb3la I5lam (eFPeI) di tanah air yang disampaikan oleh Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pengumuman ini dianggap sebagai sikap represif rezim terhadap ormas Islam yang semakin vokal dalam mengoreksi kebijakan-kebijakan penguasa. Pembubaran ormas ini dianggap sebagai upaya membungkam suara umat Islam yang muncul akibat dari kesadaran masyarakat terhadap kezaliman penguasa dengan berbagai kebijakannya yang menyengsarakan rakyat.
Namun sayang, lahirnya kesadaran umat Islam terhadap kezaliman penguasa tidak dilandasi oleh pemahaman Islam ideologi, sehingga masyarakat masih memandang aktivitas politik partai dalam bingkai kacamata politik sekuler-demokrasi. Dalam pandangan masyarakat, partai politik merupakan sekelompok masyarakat yang memiliki tujuan untuk meraih dukungan umat demi menduduki kursi kekuasaan dengan menghalalkan segala cara agar dapat terus mempertahankan kekuasaan mereka. Pada akhirnya, muncul anggapan ketika mereka terjun ke dalam partai politik maka mereka akan terpengaruh dengan kezaliman dan bahkan akan berbuat kezaliman yang sama.
Hal ini menyebabkan hadirnya sekelompok umat yang menolak untuk terjun ke dalam aktivitas politik partai. Salah satunya adalah eFPeI yang kini menjadi Front Persaudaraan Islam. Ormas Islam ini melalui kuasa hukumnya, Aziz Yanuar mengatakan, FPI tidak akan pernah terjun ke ranah politik secara langsung dan tidak tertarik berubah menjadi partai politik. Alasannya, jika menjadi parpol, eFPeI khawatir mereka masuk ke lingkaran penguasa dan menjadi zalim.
”Kami khawatir menjadi zalim. Apalagi sampai masuk ke lingkaran penguasa, ikut zalim,” kata Aziz, di kutip dari Radarbekasi.id, Selasa (5/1).
Menurut Aziz, akan banyak mudaratnya apabila sampai eFPeI menjadi partai politik, sehingga pihaknya memutuskan untuk tidak menjadi partai politik.
“Kalau jadi parpol nanti zalim, bengis, serta kejam, tapi tidak menyadari kezaliman dan kekejamannya,” tegas Aziz.
Benarkah aktivitas partai politik di tengah masyarakat akan mendorong perilaku parpol kearah kejam dan bengis tanpa disadari?
Bagaimana pandangan Islam terkait dengan aktivitas politik, apakah politik menurut Islam sama dengan politik dalam kacamata sekuler-demokrasi?
Islam memiliki metode kehidupan yang unik, Islam adalah agama sekaligus ideologi yang memiliki perbedaan mendasar dengan agama dan ideologi lain yang ada di dunia ini. Dalam wilayah ajarannya, Islam bukan sekadar mengurus urusan akidah ruhiyah (spritual) saja, tetapi Islam juga mengurus tentang masalah politik (siyasiyah). Dengan kata lain ajaran Islam mencakup akidah spritual dan politik yang memiliki fungsi untuk mengatur seluruh masalah-masalah manusia yang berhubungan dengan surga-neraka, pahala-siksa, urusan ibadah (sholat, puasa, zakat, haji, dll). Termasuk juga mengatur urusan dunia seperti, politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemerintahan, sosial, hukum dan sebagainya.
Keyakinan seorang Muslim mengharuskan menerima akidah Islam sebagai akidah spritual dan politik secara menyeluruh (kaffah). Islam melarang setiap Muslim menerima atau menolak salah satu aspek tersebut atau bahkan menolak keduanya. Jika hal itu terjadi maka termasuk ke dalam golongan yang ingkar (kafir). Sehingga dalam pandangan Islam setiap manusia yang telah mengikrarkan syahadat, wajib bagi mereka untuk menjalankan seluruh urusannya sesuai dengan akidah dan syariah Islam.
Maka dalam pandangan Islam, aktivitas politik adalah seluruh aktivitas manusia yang memiliki fungsi untuk menyelesaikan urusan-urusan umat manusia yang dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah (negara).
Fungsi negara adalah lembaga yang bertugas secara praktis mengatur urusan masyarakat dengan aturan-aturan Islam baik di dalam negeri atau luar negeri sementara masyarakat memiliki peran untuk mengoreksi (muhasabah) dan mengontrol pemerintah dalam melaksanakan tugasnya mengatur urusan umat.
Ketika muncul pandangan bahwa masuknya sebuah ormas atau kelompok masyarakat ke dalam partai politik dianggap sebagai kegiatan yang sangat berbahaya dan akan banyak mudharatnya, maka tentu hal ini bertentangan dengan Islam.
Karena aktivitas politik adalah bagian dari aktivitas yang di contohkan oleh Rasulullah dalam melaksanakan periayahan terhadap masyarakat.
Rasulullah telah mendorong umat Islam untuk melakukan muhasabah kepada penguasa jika mereka berbuat kezaliman atau memakan hak hak rakyat. Rasulullah bersabda:
سَيِّدُ الشُهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدُ الْمُطَلِّبِ، وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ
“Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah bin ‘Abd al-Muthallib dan orang yang mendatangi penguasa zalim lalu memerintahkannya (kepada kebaikan) dan mencegahnya (dari keburukan), kemudian ia (penguasa zhalim itu) membunuhnya.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath)
Aktivitas muhasabah kepada penguasa oleh kaum Muslimin adalah bagian dari hak mereka dan hukumnya fardhu kifayah atas mereka dan bagi non Muslim. Dalam negara Islam, yakni daulah Khilafah, masyarakat yang menjadi warga negara Islam memiliki hak dan kewajiban untuk menyampaikan pengaduan atas zalimnya penguasa dan buruknya penerapan hukum Islam atas mereka. Kewajiban untuk melaksanakan muhasabah ini harus dilakukan secara kontinyu dan tidak sementara (temporer) karena di dalam hukum syara' setiap Muslim memiliki kewajiban untuk melaksanakan amal ma'ruf dan nahi mungkar.
Wallahu a'lam bish-shawab.[NFY]
Komentar
Posting Komentar